Peperangan di wilayah Libanon pada pertengahan 2006M seakan menorehkan
kegetiran. Sebuah pertempuran yang konon "dimenangkan" oleh Hizbullah
atas Yahudi telah menyihir kaum Muslimin, yang pada umumnya terpesona
dengan kemenangan kelompok tersebut. Bahkan sebuah media massa Islam,
edisi September 2006 dalam salah satu rubriknya, telah mengulas dan
memberikan sanjungan terhadap Musa ash Shadr, salah satu tokoh Syi'ah
yang memiliki benang merah dengan Hizbullah.
Oleh karena itu, sebagai kaum Muslimin, kita harus waspada. Betapa
tidak? Hizbullah yang merupakan pasukan milik kaum Syi'ah di Libanon
itu, tentu tetap mengusung aqidah Syi'ah. Yang dalam perjalanannya,
Syi'ah sangat memusuhi Ahlu Sunnah, atau kaum Muslimin secara umum.
Semestinya kita bersikap kritis dan waspada, bukan justru tertipu dengan
menyanjungnya.
Tulisan berikut hanyalah mengungkap sedikit tentang Musa ash Shadr, yang
merupakan tokoh penting sebagai pendahulu munculnya gerakan Syi'ah di
Libanon yang kini populer. Lebih jauh tentang data-data empirisnya, bisa
dikaji dalam kitab Wa Ja`a Daurul-Majus, karangan Dr. 'Abdullah bin
Muhammad Gharib, Cet. VI, Th. 1408 H – 1988 M, tanpa penerbit.
Hubungannya dengan Khomaini sangat erat. Ahmad, putra Khomainimenikahi
kemenakan perempuan Musa Shadr. Sedangkan kemenakan lelakinya kawin
dengan cucu Khomaini.
Musa ash Shadr berimigrasi ke Libanon pada tahun 1958, dengan menyandang
status sebagai seorang ulama yang didelegasikan dari Najef untuk
menghidupkan aktifitas keagamaan di kalangan orang-orang Syi'ah Libanon.
Di Libanon, Musa Shadr menjumpai kondisi yang sangat kondusif. Pimpinan
Libanon Fuad Syihab memberinya berbagai fasilitas. Di antaranya
kemudahan mendapatkan kewarganegaraan Libanon, yang sebenarnya sulit
diraih oleh orang non Nashara. Faktanya, masih banyak suku dan penduduk
yang bermukim di sana sejak lama belum berhasil mendapatkan
kewarganegaraan Libanon, karena bukan penganut Nashara. Akan tetapi
berbeda dengan Musa Shadr. Aneh, dia begitu mudah mendapatkan
kewarganegaraan Libanon, padahal merupakan pendatang yang baru saja
menginjakkan kakinya di bumi Libanon.
Seperti dinyatakan oleh Dr. Musa al Musawi yang juga seorang politikus,
bahwa pada tahun 1958 M, Jendral Bakhtiar, Panglima Angkatan Bersenjata
Iran mengutus Musa ash Shadr ke Libanon, membekalinya dengan bekal
finansial yang dibutuhkan. Setelah sepuluh tahun, Musa ash Shadr
menduduki pimpinan majlis tinggi Syi'ah di Libanon. Pemerintah Iran
telah menganggarkan satu juga lira Libanon untuk tujuan tersebut.
Pendirian AMAL (Afwajul-Muqamawatil-Lubnaniyyah), merupakan langkah Musa
ash Shadr berikutnya. Gerakan ini sebagai sayap militer bagi
orang-orang yang terpinggirkan (harakah mahrumin yang ia dirikan) di
Libanon (baca, Syi'ah) dan guna mempertahankan kepentingan-kepentingan
di sana.
Sebelumnya, sayap militer ini merupakan gerakan di bawah tanah. Namun,
pasca meledaknya sebuah granat di kamp latihan mereka, eksistensinya pun
disosialisasikan. Padahal sebelumnya, Musa ash Shadr termasuk orang
yang menentang mempersenjatai warga sipil.
Disebutkan dalam al Mausu'ah (1/442), gerakan
Afwajul-Muqamawatil-Lubnaniyyah (AMAL), adalah sebuah gerakan yang
mengadopsi aqidah Syi'ah dan madzhab Ja’fari dalam seluruh keyakinannya.
Pemberontakan dan perlawanan bersenjata menjadi salah satu dasar
pendirian gerakan ini. Namun yang layak dipertanyakan ialah, perlawanan
kepada siapa?
Kalau melakukan perlawanan kepada Nashara, maka tidak mungkin, lantaran
Nashara telah membuka pintu di Libanon bagi AMAL. Dan bukan juga untuk
melawan kekuatan Zionisme Yahudi. Sebab, Musa ash Shadr pernah
mengatakan : "Kami tidak sedang dalam kondisi peperangan dengan Israil
(Yahudi)…".
Bila bukan Nashara ataupun Yahudi, maka tidak ada lawan yang tersisa,
kecuali Ahli Sunnah dan organisasi-organisasi milik warga Pelestina yang
ia anggap mewakili Ahli Sunnah, dan berpotensi menjadi duri bagi
mereka.
Untuk mengelabui khalayak, ia mengusung motto humanis palsu bagi
organisasinya ini, seperti beriman kepada Allah, menghidupkan budaya
Libanon, menegakkan keadilan sosial, terutama di wilayah Libanon bagian
selatan yang tersebar opini adanya jalinan kerja sama antara pembesar
AMAL dengan Yahudi. Begitu pula fakta menunjukkan, jika gerakan ini
menjalin hubungan dengan dunia luar. Ini menjadi jelas, dengan adanya
kerja sama dengan musuh Islam untuk menghantam kaum Muslimin Sunni di
Libanon. Pendanaan baginya dari luar tetap mengalir lancar, kendati
muncul gerakan militer baru Syi'ah, yaitu Hizbullah di Libanon yang
berafiliasi kepada Iran.
Dari berbagai pemikirannya, dapat disimpulkan (Al Mausu’ah, 1/443),
bahwa organisasi AMAL di Libanon bukan merupakan gerakan agama, tetapi
merupakan gerakan sekulerisme dan untuk memfasilitasi kaum Syi'ah yang
terpinggirkan di sana. Orientasinya sangat jauh dari nilai-nilai Islam.
Penetapan orientasi gerakan ini dilakukan oleh 180 pemikir Libanon yang
mayoritas beragama Nashara.
Dengan sedikit catatan tentang dirinya, apakah sepantasnya seorang Musa
ash Shadr dielu-elukan dan disanjung? Tentu jawabnya, tidak!
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/2327/slash/0/musa-ash-shadr-penganut-agama-syiah/
0 komentar:
Posting Komentar