
Marilah kita bertakwa kepada Allah Ta'ala. Takwa yang juga dapat
mengantarkan kita pada kebaikan hubungan dengan sesama manusia. Lebih
khusus lagi, yaitu sambunglah tali silaturahmi dengan keluarga yang
masih ada hubungan nasab (anshab). Yang dimaksud, yaitu keluarga itu
sendiri, seperti ibu, bapak, anak lelaki, anak perempuan ataupun
orang-orang yang mempunyai hubungan darah dari orang-orang sebelum
bapaknya atau ibunya. Inilah yang disebut arham atau ansab. Adapun
kerabat dari suami atau istri, mereka adalah para ipar, tidak memiliki
hubungan rahim ataupun nasab.
Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara
saling berziarah (berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan
pemberian yang lain. Sambunglah silaturahmi itu dengan berlemah lembut,
berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal yang
sudah dikenal manusia dalam membangun silaturahmi. Dengan silaturahmi,
pahala yang besar akan diproleh dari Allah Azza wa Jalla. Silaturahim
menyebabkan seseorang bisa masuk ke dalam surga. Silaturahim juga
menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan Allah di
dunia dan akhirat.
Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî:
"Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam : "Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang
bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka," maka
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh dia telah diberi
taufik," atau "Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau
katakan?" Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Engkau beribadah kepada Allah
dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat,
membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi". Setelah orang itu
pergi, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika dia
melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga".
Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur
panjang dan banyak rizki. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya,
maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi". [Muttafaqun 'alaihi].
Dari Jubair bin Mut’im bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus, ( memutus tali silaturahmi)". [Mutafaqun 'alaihi].
Memutus tali silaturahmi yang paling besar, yaitu memutus hubungan
dengan orang tua, kemudian dengan kerabat terdekat, dan kerabat terdekat
selanjutnya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda
”Maukah kalian aku beritahu tentang dosa terbesar di antara dosa-dosa
besar?” Beliau mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Maka para
sahabat menjawab: ”Mau, ya Rasulullah,” Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: ”Berbuat syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua
orang tua”.
Demikianlah, betapa besar dosa seseorang yang durhaka kepada orang tua.
Dosa itu disebutkan setelah dosa syirik kepada Allah Ta'ala. Termasuk
perbuatan durhaka kepada kedua orang tua, yaitu tidak mau berbuat baik
kepada keduanya. Lebih parah lagi jika disertai dengan menyakiti dan
memusuhi keduanya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam shahîhain, dari 'Abdullah bin 'Amr, sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
”Termasuk perbuatan dosa besar, yaitu seseorang yang menghina orang
tuanya,” maka para sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah, adakah orang
yang menghina kedua orang tuanya sendiri?” Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: ”Ya, seseorang menghina bapak orang lain, lalu orang
lain ini membalas menghina bapaknya. Dan seseorang menghina ibu orang
lain, lalu orang lain ini membalas dengan menghina ibunya”.
Wahai orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Bertakwalah kepada Allah Azza wa Jalla. Dan marilah kita melihat diri
kita masing-masing, sanak keluarga kita! Sudahkah kita menunaikan
kewajiban atas mereka dengan menyambung tali silaturahmi? Sudahkah kita
berlemah lembut terhadap mereka? Sudahkah kita tersenyum tatkala bertemu
dengan mereka? Sudahkah kita mengunjungi mereka? Sudahkah kita
mencintai, memuliakan, menghormati, saling menunjungi saat sehat, saling
menjenguk ketika sakit? Sudahkah kita membantu memenuhi atau sekedar
meringankan yang mereka butuhkan?
Ada sebagian orang tidak suka melihat kedua orang tuanya yang dulu
pernah merawatnya kecuali dengan pandangan yang menghinakan. Dia
memuliakan istrinya, tetapi melecehkan ibunya. Dia berusaha mendekati
teman-temannya, akan tetapi menjahui bapaknya. Apabila duduk dengan
kedua orang tuanya, maka seolah-olah ia sedang duduk di atas bara api.
Dia berat apabila harus bersama kedua orang tuanya. Meski hanya sesaat
bersama orang tua, tetapi ia merasa begitu lama. Dia bertutur kata
dengan keduanya, kecuali dengan rasa berat dan malas. Sungguh jika
perbuatannya demikian, berarti ia telah mengharamkan bagi dirinya
kenikmatan berbakti kepada kedua orang tua dan balasannya yang terpuji.
Ada pula manusia yang tidak mau memandang dan menganggap sanak
kerabatanya sebagai keluarga. Dia tidak mau bergaul dengan karib kerabat
dengan sikap yang sepantasnya diberikan sebagai keluarga. Dia tidak mau
bertegus sapa dan melakukan perbuatan yang bisa menjalin hubungan
silaturahmi. Begitu pula, ia tidak mau menggunakan hartanya untuk hal
itu. Sehingga ia dalam keadaan serba kecukupan, sedangkan sanak
keluarganya dalam keadaan kekurangan. Dia tidak mau menyambung hubungan
dengan mereka. Padahal, terkadang sanak keluarga itu termasuk
orang-orang yang wajib ia nafkahi karena ketidakmampuannya dalam
berusaha, sedangkan ia mampu untuk menafkahinya. Akan tetapi, tetap saja
ia tidak mau menafkahinya.
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/2658/slash/0/betapa-penting-menyambung-silaturahmi/