Dengan banyaknya imbalan yang diperoleh dari meruqyah ini, mereka rela melepaskan kesibukan-kesibukan dan mengambil jalan pintas dengan cara mengkhususkan diri sebagai tukang ruqyah. Mereka pun banyak memperluas waktu untuk itu dan selalu siap apabila ada orang yang datang untuk berobat, sehingga membuat mereka sibuk mengatur jam-jam berobat layaknya dokter-dokter dan rumah sakit spesialis, serta menjadikan meruqyah ini sebagai pekerjaan tetap (profesi).
Mereka mengkhususkan diri untuk meruqyah dan menjadikannya sebagai pekerjaan tetap (mata pencaharian) sehingga menjadikan dirinya terkenal. Cara seperti ini dapat mendatangkan kemudharatan, baik bagi peruqyah itu sendiri maupun bagi mereka yang diruqyah. Di antara kemudharatan itu antara lain:
Dalam hal meruqyah, yang memberi manfaat sebenarnya adalah apa yang dibaca dari Al Qur`an, sedangkan peruqyah itu sendiri hanya membacakan saja. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
"Dan Kami turunkan dari Al Qur`an suatu penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…" [Al Isra` : 82].
Jadi setiap apa yang melemahkan kepercayaan seseorang terhadap kalamullah, maka seharusnya dicegah dan tidak dibiarkan.
Tidak diragukan lagi, bahwa setiap zaman penyakit-penyakit itu bertambah banyak. Namun kita tidak melihat salah seorang pun dari pemimpin kaum Muslimin yang menisbatkan dirinya sebagai tukang ruqyah seperti penisbatan kepada mufti (pemberi fatwa) dan qadhi (hakim). Pada zaman dahulu, orang yang menderita suatu penyakit, dia sendirilah yang meruqyah dengan menggunakan Kitab Allah (Al Qur`an) dan do’a-do’a yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan bila ada seseorang yang sakit, kemudian ia diruqyah oleh orang yang faham tentang agama, maka hal itu boleh saja. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: Ada seorang di antara kami yang digigit kalajengking pada waktu itu kami sedang duduk bersama Rasulullah, lalu ada seorang berkata,”Ya, Rasulullah. Bolehkah saya meruqyahnya?” Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
"Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya, hendaklah ia lakukan".
Sebenarnya yang membuat para tukang ruqyah pada zaman kita ini lebih terkenal ialah, karena mereka menyediakan tempat-tempat khusus untuk menemui mereka kapan mereka suka, sebagaimana yang dilakukan para dokter, pedagang atau pemilik perusahaan lainnya.
Mereka mengkhususkan diri untuk meruqyah dan menjadikannya sebagai pekerjaan tetap (mata pencaharian) sehingga menjadikan dirinya terkenal. Cara seperti ini dapat mendatangkan kemudharatan, baik bagi peruqyah itu sendiri maupun bagi mereka yang diruqyah. Di antara kemudharatan itu antara lain:
Dalam hal meruqyah, yang memberi manfaat sebenarnya adalah apa yang dibaca dari Al Qur`an, sedangkan peruqyah itu sendiri hanya membacakan saja. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
"Dan Kami turunkan dari Al Qur`an suatu penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…" [Al Isra` : 82].
Jadi setiap apa yang melemahkan kepercayaan seseorang terhadap kalamullah, maka seharusnya dicegah dan tidak dibiarkan.
Tidak diragukan lagi, bahwa setiap zaman penyakit-penyakit itu bertambah banyak. Namun kita tidak melihat salah seorang pun dari pemimpin kaum Muslimin yang menisbatkan dirinya sebagai tukang ruqyah seperti penisbatan kepada mufti (pemberi fatwa) dan qadhi (hakim). Pada zaman dahulu, orang yang menderita suatu penyakit, dia sendirilah yang meruqyah dengan menggunakan Kitab Allah (Al Qur`an) dan do’a-do’a yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan bila ada seseorang yang sakit, kemudian ia diruqyah oleh orang yang faham tentang agama, maka hal itu boleh saja. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: Ada seorang di antara kami yang digigit kalajengking pada waktu itu kami sedang duduk bersama Rasulullah, lalu ada seorang berkata,”Ya, Rasulullah. Bolehkah saya meruqyahnya?” Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
"Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya, hendaklah ia lakukan".
Sebenarnya yang membuat para tukang ruqyah pada zaman kita ini lebih terkenal ialah, karena mereka menyediakan tempat-tempat khusus untuk menemui mereka kapan mereka suka, sebagaimana yang dilakukan para dokter, pedagang atau pemilik perusahaan lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar