Tulisan ini diambil dari Syaikh DR Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah
Pertanyaan
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah ditanya : Semoga Allah memberikan kebaikan pada Anda. Dengan apakah hujjah itu dapat ditegakkan?
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah ditanya : Semoga Allah memberikan kebaikan pada Anda. Dengan apakah hujjah itu dapat ditegakkan?
Penilaian tentang tegak atau tidaknya hujjah atas seseorang itu
dikembalikan kepada ulama besar, dengan merekalah hujjah bisa tegak.
Maka jika ulama tadi mendebat orang yang menyimpang dan menjelaskan pada
dia kebenaran, pada waktu itulah kita memperkirakan apakah dia faham
atau tidak. Tidak disyaratkan orang yang menyimpang itu mengakui bahwa
hujjah telah tegak pada dia, tapi kapan saja kita tahu bahwa fulan telah
tahu kebenaran dan jelas pada dia dalilnya, maka bisa kita katakan
bahwa hujjah telah tegak pada dia. Hujjah tidak bisa ditegakkan oleh
setiap orang, tapi ulamalah yang menegakkan hujjah, hujjah tidak bisa
tegak dengan perkataan seseorang : Ketahuliah bahwa meninggalkan shalat
adalah kufur, jika kamu terus tidak mau shalat, maka kamu kafir. Hujjah
bisa tegak dengan menerangkan pada dia dalil-dalil dan menjawab
syubhat-syubhat dia serta menghilangkan syubhat tersebut dan
menghapuskan ketidaktahuan serta kejahilan yang ada pada dia sampai kita
yakin bahwa orang yang menyimpang itu telah faham tapi terus melakukan
kesalahannya karena menolak kebenaran dan sombong, pada waktu itulah
kita dapat menghukuminya.
Padahal Allah tahu bahwa Firaun akan mati dalam keadaan kafir, tapi
Allah tetap memerintahkan untuk berkata dengan lemah lembut padanya,
karena hujjah tak akan tegak kecuali dengan ar-rifqu dan al-liin (lemah
lembut), adapun tanfir (cara yang membuat orang lari) tidak akan bisa
hujjah itu tegak dengannya.
Juga seorang alim yang menegakkan hujjah haruslah dipercayai keilmuannya
oleh orang yang ditegakkan padanya hujjah, adapun jika penegak hujjah
tidak dipercaya olehnya, maka terkadang tidak membuahkan hasil.
Tidak ada suatu masalahpun yang dapat kita katakan: Bahwa penegakkan
hujjah tidak disyaratkan di dalamnya (dalam masalah itu). Apabila orang
yang bersalah itu tidak tahu hukumnya, maka Allah akan memberikan udzur
padanya, ketika dia datang kepada Rabbnya di hari kiamat dan mengatakan:
Saya jahil tentang masalah ini, dan Allah tahu kejujuran perkataannya,
maka Allah memberikan udzur kepadanya. Walaupun sebagian ulama ada yang
berpendapat bahwa ada hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh
(yang tidak-bisa-tidak pasti diketahui oleh semua orang) tapi ini
menurut perkiraan kita, karena pada dasarnya hal-hal yang seperti itu
kebanyakan tidak dilanggar kecuali oleh orang yang sombong atau keras
kepala, tapi pada hakikatnya kalau kita katakan bahwa ini adalah masalah
darurat yang harus diketahui dalam agama tapi ternyata si Fulan jahil
terhadap hal ini, maka tidak bisa kita hukumi dengan kekafiran, karena
Allah memberikan udzur dengan kejahilannya itu.
Dan ketidakfahaman dia diluar kemampuannya, dan manusia tidak sama
(tidak satu tingkatan) dalam hal-hal yang malumun minad diini bidh
dhoruroh. Hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh ini bagi para
ulama berbeda dengan hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh bagi
para penuntut ilmu, dan hal-hal ini berbeda antara penuntut ilmu dan
orang awwam, negara yang tersebar di dalamnya sunnah dan ilmu berbeda
dengan negara yang jauh dari sunnah dan ilmu.
Kerena syubhat itu menghalangi seseorang dari al-haq, walaupun itu
seorang ulama, maka harus kita minta penjelasan sebagaimana Nabi
shallallahu alaihi wa sallam melakukannya, kita katakan: Apa yang
membuat anda berbuat demikian.?? Jika ternyata alasannya bisa diterima
ketika itulah kita terangkan pada dia ilmu dan menjawab syubhatnya dan
tidak boleh kita menghukumi dia hanya karena kesalahan.
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/1568/slash/0/dengan-apakah-hujjah-itu-dapat-ditegakkan/
0 komentar:
Posting Komentar