Minggu, Juni 16, 2013

Menegakkan Hujjah

Posted by Unknown On Minggu, Juni 16, 2013
Tulisan ini diambil dari Syaikh DR Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah

Pertanyaan
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah ditanya : Semoga Allah memberikan kebaikan pada Anda. Dengan apakah hujjah itu dapat ditegakkan?

Penilaian tentang tegak atau tidaknya hujjah atas seseorang itu dikembalikan kepada ulama besar, dengan merekalah hujjah bisa tegak. Maka jika ulama tadi mendebat orang yang menyimpang dan menjelaskan pada dia kebenaran, pada waktu itulah kita memperkirakan apakah dia faham atau tidak. Tidak disyaratkan orang yang menyimpang itu mengakui bahwa hujjah telah tegak pada dia, tapi kapan saja kita tahu bahwa fulan telah tahu kebenaran dan jelas pada dia dalilnya, maka bisa kita katakan bahwa hujjah telah tegak pada dia. Hujjah tidak bisa ditegakkan oleh setiap orang, tapi ulamalah yang menegakkan hujjah, hujjah tidak bisa tegak dengan perkataan seseorang : Ketahuliah bahwa meninggalkan shalat adalah kufur, jika kamu terus tidak mau shalat, maka kamu kafir. Hujjah bisa tegak dengan menerangkan pada dia dalil-dalil dan menjawab syubhat-syubhat dia serta menghilangkan syubhat tersebut dan menghapuskan ketidaktahuan serta kejahilan yang ada pada dia sampai kita yakin bahwa orang yang menyimpang itu telah faham tapi terus melakukan kesalahannya karena menolak kebenaran dan sombong, pada waktu itulah kita dapat menghukuminya.

Padahal Allah tahu bahwa Firaun akan mati dalam keadaan kafir, tapi Allah tetap memerintahkan untuk berkata dengan lemah lembut padanya, karena hujjah tak akan tegak kecuali dengan ar-rifqu dan al-liin (lemah lembut), adapun tanfir (cara yang membuat orang lari) tidak akan bisa hujjah itu tegak dengannya.
  
Juga seorang alim yang menegakkan hujjah haruslah dipercayai keilmuannya oleh orang yang ditegakkan padanya hujjah, adapun jika penegak hujjah tidak dipercaya olehnya, maka terkadang tidak membuahkan hasil.

Tidak ada suatu masalahpun yang dapat kita katakan: Bahwa penegakkan hujjah tidak disyaratkan di dalamnya (dalam masalah itu). Apabila orang yang bersalah itu tidak tahu hukumnya, maka Allah akan memberikan udzur padanya, ketika dia datang kepada Rabbnya di hari kiamat dan mengatakan: Saya jahil tentang masalah ini, dan Allah tahu kejujuran perkataannya, maka Allah memberikan udzur kepadanya. Walaupun sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa ada hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh (yang tidak-bisa-tidak pasti diketahui oleh semua orang) tapi ini menurut perkiraan kita, karena pada dasarnya hal-hal yang seperti itu kebanyakan tidak dilanggar kecuali oleh orang yang sombong atau keras kepala, tapi pada hakikatnya kalau kita katakan bahwa ini adalah masalah darurat yang harus diketahui dalam agama tapi ternyata si Fulan jahil terhadap hal ini, maka tidak bisa kita hukumi dengan kekafiran, karena Allah memberikan udzur dengan kejahilannya itu.

Dan ketidakfahaman dia diluar kemampuannya, dan manusia tidak sama (tidak satu tingkatan) dalam hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh. Hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh ini bagi para ulama berbeda dengan hal-hal yang malumun minad diini bidh dhoruroh bagi para penuntut ilmu, dan hal-hal ini berbeda antara penuntut ilmu dan orang awwam, negara yang tersebar di dalamnya sunnah dan ilmu berbeda dengan negara yang jauh dari sunnah dan ilmu.
  
Kerena syubhat itu menghalangi seseorang dari al-haq, walaupun itu seorang ulama, maka harus kita minta penjelasan sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukannya, kita katakan: Apa yang membuat anda berbuat demikian.?? Jika ternyata alasannya bisa diterima ketika itulah kita terangkan pada dia ilmu dan menjawab syubhatnya dan tidak boleh kita menghukumi dia hanya karena kesalahan.

Sumber : http://almanhaj.or.id/content/1568/slash/0/dengan-apakah-hujjah-itu-dapat-ditegakkan/

0 komentar:

Blogger news


Blogroll

Yang sudah mengunjungi blog ini

web visitor statistics