Ini merupakan kisah yang diangkat dari seorang non muslim yang kagum akan keimanan kaum muslimin terhadap qadha dan qadhar serta kebesaran jiwa kaum muslimin dalam mengarungi samudera kehidupan. Tulisan ini berdasarkan kisah yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd. Semoga kita bisah menraik pelajaran dari kisah ini.
Kisah ini meerupakan kisah nyata dari seorang non muslim yang tidak memiliki keimanan terhadap Allah dan Rasulnya, termasuk terhadap qadha dan qadhar.
Kisah ini menceritakan seorang penulis yang bernama R.N.S. Budly. Budly menuturkan:
"Pada tahun 1918, aku meninggalkan kehidupanku dan pergi ke afrika barat danhidup bersama kaum badui padang pasir. Aku berada disana hingga 7 tahun lamanya. Selama itu pula aku berpenampilan seperti mereka, memakai pakaian mereka, hidup seperti mereka dan makan dengan makanan yang merek makan. Aku juga memiliki kambing seperti mereka, dan tidur di tenda sama seperti mereka. Akupun belajar tentang Islam, dan berhasil menyusun sebuah buku yang berjudul Ar-Rasuul yang menceritakan tentang Nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam-. tahun-tahun tersebut, merupakan tahun-tahun paling menyenangkan dalam kehidupanku, aku hidup bersama kaum badui yang bersifat nomaden (hidup berpindah-pindah) dan aku ridha terhadap kehidupan ini.
Aku belajar banyak dari orang arab badui mengenai kehidupan serta kegelisahan hidup dan cara mengatasinya, disebabkan keimanan mereka terhadap qadha dan qadhar. Karena keimanan itulah, meeka berhasil mengatasi problematika hidup ini, rasa puas terhadap apa yang dimiliki dan hidup dengan rasa aman dan damai. Mereka bukanlah orang yang terburu-buru dalam suatu perkara, namun mereka juga bukan orang yang terus menerus bersedih terhadap suatu masalah.
Mereka beriman bahwa segala sesuatu yang menimpa mereka, sudah ditakdirkan oleh Allah. Namun, mereka bukanlah orang yang hidupnya pasif layaknya debu yang ditiup angin.
Suatu hari, angin bertiup sangat kencang, dan membawa pasir-pasir.Angin ini sangat panas, sehingga aku merasa seperti gila akibat angin ini. Namun yang lebih membuatku tercengang, mereka semua menghadapi situasi ini dengan sangat tabah dan sabar. Mereka menyembelih kambing-kambing mereka sebelum mati kepanasan serta menggring hewan ternak lainnya ke arah selatan menuju sumber air. Mereka melakukannya dengan sikap tenang dan tetap bersyukur kepada Allah, sebab mereka masih diberi kehidupan walaupun hewan ternak mereka yang tersisa tinggal 40%, namun mereka menghadapinya dengan tabah sambil mengatakan "Ini Qadha yang telah tertulis".
Pada kejadian yang lain, kami menempuh padang pasir dengan menggunakan mobil. Lalu salah satu ban mobil pecah dan spoir lupa membawa ban serep. Pada saat itu aku dikuasai oleh kemarahan dan kesedihan. Lalu aku berkata pada teman-temanku suku arab badui, "apa yang akan kita lakukan ?"
Mereka malah mengingatkanku, bahwa kemaraha itu tidak ada gunanya. Bahkan kemarahan hanya mengantarkan manusia ke arah tindakan bodoh dan gegabah. Akhirnya mereka memutuskan untuk jalan kaki, dan mereka melakukannya dengan penuh keikhlasan, tabah dan sabar tanpa mengomel atau marah sedikitpun.
Tujuh tahun yang aku lewati, telah memberikanku bayak pelajaran berharga. Aku berkesimpulan bahwasanya orang-orang yang stress dan mabuk di eropa dan amerika adalah bentuk dari sebuah peradaban yang berlandaskan sesuatu yang bersifat sementara dan fana.
Di padang pasir inilah saya aku menemukan hal yang membuatku senang, bahagia dan keridhaan serta ketetraman dan kedamaian hidup yang sebenarnya. Dan itu aku pelajari dari sifat qanaah dan keimanan kaum muslimin terhadap qadha dan qadhar"
0 komentar:
Posting Komentar